Muslim muda dan mandiri, Siapa Takut?






“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.’
(Al-Jumu’ah :10)

Rasulullah saw adalah sosok yang patut dicontoh dan diteladani dalam segala aspek kehidupannya. Beliau merupakan sosok yang mandiri sejak muda. Sebelum lahir, ayahnya sudah meninggal, lalu disusul ibunya ketika usianya belum menginjak sepuluh tahun. Dan, baru saja sebentar dalam pengasuhan sang kakek, kakeknya pun meninggalkan beliau.

Setelah itu beliau kemudian diasuh sang paman, Abu Thalib. Karena Abu Thalib  mempunyai banyak anak, maka Muhammad kecil turun membantu meringankan beban Sang paman dengan mengembalakan kambing. Muhammad, adalah sosok pemuda yang sangat mandiri di usia yang sangat belia dan tidak tergantung pada orang lain. Keluhuran budi dan ketangguhan mentalnya yang tak terbanding seakan menjadi pertanda kenabiannya.

Profil ideal seorang nabi tersebut sangat sesuai dengan ajaran Islam yang sangat menghargai etos kerja. Islam memerintahkan pemeluknya untuk mencari rejeki dengan cara yang mulia. Dengan bekerja giat mencari rejeki untuk memenuhi kebutuhannya akan menjadikan seorang muslim menjadi sosok yang mandiri dan tangguh  serta berkarakter kuat. Dia tak suka bergantung pada makhluk, dan hanya bertawakkal semata-mata kepada Sang Maha Pencipta.

Sifat mandiri yang enggan meminta tolong apalagi belas kasih orang lain adalah kepribadian yang istimewa. Pemiliknya lebih memilih berpeluh untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya sehari-hari, dan meminimalkan meminta bantuan orang lain. Kalaupun dalam kondisi tertentu ia membutuhkan bantuan, ia lebih memilih mengemis kepada yang menciptakannya, bukan kepada makhluk-Nya.

Sejarah menjadi saksi bagaimana sahabat-sahabat dididik oleh Rasulullah saw dengan sikap kemandirian. Misalnya, sahabat Abdurrahman bin Auf ra. Seperti kaum muhajirin lainnya yang hijrah meninggalkan kota Mekkah, Abdurrahman  juga meninggalkan kota kelahirannya dengan meninggalkan seluruh hartanya.  Setiba di Madinah, Rasulullah saw kemudian mempersaudarakannya dengan Sa’ad bin Rabi’ ra.

Saat melihat kondisi Abdurrahman, Sa’ad merasa trenyuh, sehingga ia berkata kepadanya, “Saudaraku aku adalah penduduk Madinah yang kaya. Silakan ambil separuh hartaku. Dan aku mempunyai dua orang istri. Coba perhatikan mana yang lebih menarik bagimu wahai saudaraku, niscaya akan kuceraikan ia hingga engkau bisa menikahinya.” Abdurrahman, tempaan sang Rasul pun menjawab: “Semoga Allah memberkati Anda, istri dan harta Anda. Tolong tunjukkan saja padaku dimana letak pasar, agar aku bisa berdagang di sana,”

Sa’ad bin Rabi’ kemudian menunjukkannya, dan Abdurrahman segera melakukan transaksi jual beli seharian. Ketika senja, ia telah memperoleh laba dari  perdagangannya. Ia pun kemudian membeli keju dan minyak samin untuk keperluannya.

Tak butuh waktu lama di kota Madinah, Abdurrahman pun datang menemui Rasulullah saw dengan kondisi sudah berminyak wangi. “Apa gerangan yang terjadi denganmu?” Rasulullah bertanya padanya. “Wahai Rasulullah, aku telah menikah.” Jawab Abdurrahman. Rasullullah kemudian bertanya, “Apa maharmu?” “Emas sebesar biji kurma,jawabnya. Nabi lalu menganjurkan, “Buatlah pesta, meskipun dengan menyembelih satu ekor kambing”

Sikap mandiri sahabat ini sangat patut dicontoh. Dia benar-benar tak ingin bergantung pada orang lain. Dia memilih melakukan yang terbaik untuk dirinya dengan tangannya sendiri. 

Kemandirian juga sudah dicontohkan oleh para Nabi dan Rasul utusan Allah. Mereka hanya mau bergantung pada Allah swt, bukan pada yang lain. Nabi  saw juga menganjurkan  keandirian lewat sabdanya:

“tidaklah  seorang memakan suatu makanan yang lebih baik dari makanan hasil kerja keras tangannya sendiri. Dan, Nabi Daud as. makan dari hasil kerja keras tangannya.” (HR. Bukhari).

Mandiri dan Bermanfaat Untuk Sesama
Seorang muslim seyogianya memberi manfaat pada sesama, bukan sebaliknya,  menggantungkan diri pada orang lain. Agama mengajarkan, bahwa tangan di atas jauh lebih mulia dari tangan di bawah. Rasulullah saw bersabda,

“Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Tangan yang di atas adalah orang yang memberi, sedangkan tangan di bawah adalah tangan orang yang minta-minta.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Jadi, orang terhormat adalah  yang tak mau meminta bahkan menerima belas kasihan orang lain. Hasil kucuran keringat sendiri, merupakan yang terbaik dan berkah. Generasi-generasi terdahulu perlu diteladani, diikuti dan ditiru dalam kesehariannya, khususnya dalam mereka memuliakan diri, dan berpantang meminta.

Sejatinya, setiap kita terlahir dengan kadar rezeki yang telah ditetapkan oleh Allah Ta’ala. Adanya yang miskin dan yang kaya, mengandung hikmah agar manusia saling menolong yang satu dengan yang lainnya. Allah swt berfirman dalam surah Az-Zukhruf :32,

“ ... Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dengan Rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”

Dalam mengais rejeki, maka perlu disiapkan modal sebagai usaha menjemput anugerah Allah Ta’ala. Modal apakah yang dimaksud? Imam Asy-Syafi’i pernah berkata, “Barangsiapa menginginkan dunia hendaknya dia berilmu dan barangsiapa yang menginginkan akhirat hendaknya juga berilmu.”

Meskipun dalam usaha terkadang ditemui kegagalan, seorang muslim pantang berputus asa dari rahmat Allah. Setiap manusia pernah gagal. Orang-orang sukses pun sering menggapai keberhasilan setelah gagal terlebih dahulu. Bila seseorang gagal, maka dia perlu menyediakan sedikit waktu untuk mengevaluasi usahanya, dan menyongsong kesuksesan yang akan datang dengan semangat baru.

Selanjutnya bertawakkal dan berdoa kepada Allah swt, sebagai satu-satunya tempat meminta dan bergantung juga wajib ditunaikan. Mengelola hidup  dengan kucuran peluh, menjadi mulia dengan kemandiriaan dan hidup dalam keberkahan serta ridho dari Sang Maha Pemberi, memang selayaknya menjadi dambaan setiap hamba yang beriman .


Author :
Umma Azura
writerpreneur, Alumnus Fakultas Teknik Sipil Universitas Hasanudin, Makasar

0 Response to "Muslim muda dan mandiri, Siapa Takut?"

Posting Komentar