Kejujuran dalam Ujian Nasional







Kisah Nyata
Kisah ini diawali sebuah sekolah swasta di Jakarta Timur. Setiap ujian nasional sekolah ini meluluskan 100%. Anak-anak yang masuk ke sekolah ini adalah anak-anak yang sudah tidak diterima di sekolah negeri atau sekolah swasta yang terkenal. Pengurus yayasan kemudian merekrut pakar pendidikan untuk meningkatkan kinerja sekolah. Satu tahun pertama sejak pakar pendidikan ini bekerja, kepala sekolah dan beberapa orang guru dikeluarkan, karena membuat ketidak jujuran dalam pelaksanaan UN. Setelah itu dimulailah tema kejujuran. Apa yang terjadi? Setelah hasil UN yang diwarnai kejujuran di umumkan ada 100 orang lebih siswa yang tidak lulus. Sekarang, setelah ditangani oleh pakar pendidikan, kalaupun ada yang tidak lulus dapat dihitung dengan jari.

Memperhatikan kasus di atas, memang kejujuran berharga  mahal. Siswa yang tidak lulus akibat mengusung kejujuran  sangat terpukul. Bahkan sangat menyakitkan. Jujur menurut Poerwadaminta berarti tidak curang. Kalau ini dikaitkan dengan ujian nasional maka jujur berarti tidak melakukan kecurangan dengan alasan apapun. 

Mengapa harus jujur? Jawabannya tidak sekedar tidak baik atau dosa, tetapi lebih dari itu. Tujuan pendidikan dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 sudah jelas bahwa siswa diharapkan memiliki akhlak mulia. Kenyataan di lapangan, karena sekolah mengejar kululusan 100%, terjadilah penyimpangan dari tujuan pendidikan. Demi meluluskan siswa 100% cara apapun dilakukan baik oleh sekolah, siswa dan orang tua.   

Ketidakjujuran sangat merugikan baik buat diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Pribadi yang tidak jujur  cenderung berani   berbohong. Kalau   disuruh membeli barang maka dia akan memark-up harganya. Kalau memegang jabatan di manapun akan melakukan korupsi. Padahal seperti ungkapan dari seorang bijak, bahwa setiap seseorang  berbohong  maka harus bersiap untuk  berbohong lebih banyak lagi untuk menutupi kebohongan tadi. Bayangkan kalau kebohongan itu terjadi terus menerus dan puluhan tahun! Kalau dilakukan secara kolektif maka akibatnya    kebohongan dan ketidakjujuran menjadi hal yang   lumrah dan  dianggap benar. 
   
Upaya Menghindari Kecurangan
Ujian Nasional (UN)  tahun ajaran 2012  bila dihitung dengan hari efektif sekolah tinggal beberapa minggu lagi.  Oleh karena itu UN  akan   menyedot energi yang luar biasa  dikalangan siswa, orang tua, guru maupuan jajaran Dinas Pendidikan.   

Sejak tahun lalu pemerintah telah mengurangi derajat kesulitan kelulusan. Ujian sekolah dan nilai rapor telah diperhitungkan dan mempengaruhi 40% tingkat kelulusan. Namun demikian UN tetap saja menjadi momok dan membuat orang tua, siswa dan guru menjadi stres, karena nilai UN pada akhirnya masih dominan menentukan lulus dan tidak lulusnya seorang anak.  Dengan nilai UN 40  asal nilai raport 60  dan NUS 60, misalnya, maka siswa sudah memenuhi syarat untuk lulus sesuai dengan ketentuan  pemerintah.  

Namun demikian peluang bagi sekolah untuk memanipulasi tingkat kelulusan masih tetap ada, yakni dengan memanipulasi nilai rapor dan nilai ujian sekolah. Bahkan sekolah yang tidak   memberikan proses pendidikan dan pembelajaran yang baik dan benar sekolah  dapat meninggikan nilai rapor dan nilai ujian sekolah.

Untuk mengatasi ketidak jujuran sekolah maka  konsep belajar tuntas dengan memberi remedial bagi anak yang  tidak memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) harus dilaksanakan secara optimal. Remedial dimaksud tidak hanya memberikan soal tes tentang pokok bahasan yang kurang dikuasai, tetapi diberikan penjelasan kembali pokok-pokok bahasan yang kurang dikuasai.

Dengan remedial diharapkan nilai siswa yang tertulis di rapor adalah benar-benar atas jerih payah dan usahanya sendiri. Kemudian untuk menjaga agar tidak terjadi manipulasi nilai rapor dan atau penggantian nilai rapor di tengah jalan, sebaiknya nilai rapor dilaporkan ke dinas terkait dan  di arsipkan serta diadakan pemantauan, sehingga  ketidak jujuran dan kecurangan yang tidak diharapkan dapat diminimalisasi.
         
Refleksi
Darimana memulai pendidikan kejujuran? Pertanyaan ini sederhana jawabannya. Mulailah sekarang juga, dan dari diri sendiri. Bukan dari orang lain. Pendidikan kejujuran bahkan harus diberikan kepada anak sejak dini dan diteladankan oleh orang tua. Orang tua pantang untuk mempertontonkan kebohongan yang nyata, karena hal itu akan direkam oleh anak dan   menjadi dalih saat anak berbuat curang. Orang tua juga harus mengajarkan pada anak  bahwa nilai 5 hasil ulangan yang dikerjakan dengan kejujuran lebih baik dari pada nilai 8 tetapi hasil menyontek.

Ketidak jujuran sangat merugikan diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu marilah mulai saat ini kita tanamkan kejujuran sejak dini, dimulai dari keluarga, sekolah dan masyarakat.  UN yang hanya dikerjakan kurang lebih dua jam, beberapa hari dan hanya beberapa mata pelajaran jangan sampai merusak kejujuran dan usaha yang telah dilakukan para siswa, sekolah orang tua selama bertahun-tahun. Dengan kemauan dan usaha yang keras dari semua elemen pendidikan, khususnya siswa itu sendiri, maka kalau sekedar untuk lulus bukanlah hal terlalu sulit. Untuk mensukseskan UN yang tinggal beberapa minggu, marilah kita sinergikan kerjasama siswa, orang tua dan guru  demi masa depan anak-anak kita.

Author :
Dr. Moch. Sukardjo
Wakil Ketua Badan Pengelola Sekolah Labschool YP UNJ
Dosen FT UN dan mengajar juga di PPs UNJ


0 Response to "Kejujuran dalam Ujian Nasional"

Posting Komentar