Suatu hari
saya didatangi seorang teman, setelah berbasa basi diapun mengutarakan maksud
kedatangannya, ternyata maksud kedatangannya adalah untuk curhat tentang keadaan rumah tangganya, saya agak
trkejut karena setahu saya beliau dan suaminya adalah pribadi- pribadi tangguh,
taat beragama, terlihat bahagia dsb...
Teman saya ini
mengeluhkan sikap suaminya yang sulit untuk diajak hidup “brayan” dan temparamental
hingga selalu kasar pada anak dan istrinya, dan keluhan – keluhan lain yg mnrt
saya tidak sepantasnya dimiliki oleh seorang suami yang ta’at beragama
(multazim), sifat suaminya ini membuat teman saya merasa sulit atau tidak
nyaman hidup bersama suaminya.... dia tidak ingin berpisah dr suaminya, dia
hanya minta saran agar bisa menjalani rumah tangganya dengan sedikit rasa
nyaman.......
Mencari
kebahagiaan dalam rumah tangga ibarat mencari barang berharga/ kesayangan yg
hilang di rerimbunan hutan belukar atau menuntaskan dahaga dengan meneguk air
embun yang dikumpulkan dari dedaunan yang luas membentang.... Saling mendukung,
saling pengertian dan kesiapan untuk saling memperbaiki diri adalah hal – hal
mutlak yang harus dimiliki jika ingin mempunyai rumah tangga yg menenangkan dan
menentramkan (sakinah).
Suami akan
bisa menjadi partner yang baik buat istri dan begitu juga sebaliknya, hanya
jika masing - masing pihak menekan kekurangan - kekurangan dan keegoisan mereka
sampai pada level terendah.
Maka kesadaran
pribadi adalah syarat mutlak. Artinya itu hanya bisa dilakukan kalau masing
–masing menyadari kekurangan – kekurangan dirinya. Lalu seiring berjalannya
waktu, sedikit demi sedikit kekurangan – kekurangan itu ditekan ke level yg
serendah mungkin. Sekali lagi, harus kedua – duanya, tdk bisa hanya sepihak
saja.
Keduanya harus
berusaha menciptakan suasana yg damai dan tenang di setiap keadaan, harus ada
timbal balik, ada saat kita memberi dan ada saat kita menerima. Ada kewajiban
yang harus dilaksanakan dan ada hak yang harus ditunaikan.
Istri dtuntut
untuk melayani suami dan anak2, menyediakan makanan, membersihkan rumah,
mendidik anak2 dan kewajiban – kewajiban lainnya, tapi di lain pihak suami juga
dituntut bisa berlaku lemah lembut kepada istrinya, memahami jiwa kewanitaannya
yang mengedepankan emosi daripada rasio, bersabar atas segala kekurangan istri
yang memang tercipta dari tulang yg bengkok.
Berwasiatlah kepada wanita dengan kebaikan. Karena wanita diciptakan
dari tulang rusuk yang bengkok. Dan bagian yang paling bengkok adalah yang
paling atas. Jika engkau memaksa untuk meluruskannya, maka engkau akan
mematahkannya. Dan jika engkau biarkan dia, maka akan tetap bengkok. Maka
berwasiatlah kepada wanita dengan kebaikan”. (Muttafaq ‘alaih)
Dan Beliau shollalloohu
‘alaihi wasallam bersabda:
“Orang mukmin yang paling sempurna adalah
yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik
kepada isterinya” (HR.Tirmidzi)
Upaya yang
baik ini harus terus dipupuk agar tidak terjadi ketimpangan diantara keduanya,
agar tujuan berumah tangga tercapai.
Sebenarnya ada
yang lebih mendasar dari sekedar melaksanakan kewajiban dan menunaikan hak,
yaitu menjaga atau memperbaik hati. Jika
hati ini baik dan sehat, maka perilaku anggota tubuh kitapun akan baik, begitu
juga sebaliknya... pangkalnya adalah hati.....
أ
“Ketahuilah..
sesungguhnya didalam tubuh manusia ada segumpal darah, jika ia baik maka semua
tubuh akan baik, dan jika ia rusak maka semua tubuh akan rusak. Segumpal darah
itu adalah HATI”. (Muttafaq ‘alaij)
Jadi dasar kIta
membina ataupun memperbaiki rumah tangga adalah menjaga atau memperbaiki hati. Hati adalah sumber
kebaikan atau sumber keburukan tergantung bagaimana dan apa yg kita berikan
untuk hati...... Hendaknya kita berusaha keras menjaga hati kita agar hubungan
dengan orang orang yg kita sayangi berjalan seperti yang diharapkan, agar kita
berumah tangga benar – benar mendapatkan apa yang disebut sebagai ketenangan
batin (sakinah)....
Author : ummu ‘Abdillah Retno
Widiastuti
0 Response to "Kebahagiaan dalam Rumah Tangga"
Posting Komentar