Bu Anti mencurahkan keluh kesahnya kepada beberapa orang tua di halaman sekolah sembari menunggu Firman
keluar dari kelas. Laporan guru kelas belakangan ini telah membuat gundah ibu
muda ini. Firman sulit untuk memperhatikan pelajaran saat bu guru mengajar. Dia
lebih senang mengajak teman sebangkunya ngobrol dibanding mengerjakan latihan
soal yang Bu Ani berikan.
Firman adalah salah satu contoh dari sekian banyak anak yang berperilaku
kurang respek terhadap situasi pembelajaran di kelas. Kondisi ini terjadi hampir
di semua sekolah. Mengapa Firman sulit untuk menghargai pembelajaran di kelas?
Banyak faktor yang membuat anak kurang memperhatikan
saat guru memberikan pelajaran.
Pertama, anak bisa jadi
jarang mendapat imbalan saat melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Padahal salah satu cara untuk mengubah perilaku anak adalah dengan memberi imbalan
dan hukuman kepada anak. Imbalan atau hadiah diberikan kepada anak apabila anak mengerjakan
sesuatu yang diperintahkan sedangkan hukuman diberikan apabila anak melanggar peraturan/perintah
guru. Imbalan tidak selalu diberikan dengan memberi hadiah yang besar dan mahal
atau sesuatu yang berwujud materi. Pujian, tepuk tangan, tepukan lembut dibahu,
acungan jempol, ucapan apresiatif atau bahkan sekadar senyuman seorang guru
kepada muridnya merupakan jenis-jenis imbalan yang murah namun efektif.
Hukuman yang diberikan secara berlebihan juga dapat membuat anak makin
sulit diatur. Bentakan yang terus-menerus, mengurung anak di kamar mandi, dan
berbagai hukuman fisik yang bersifat menyakiti akan melukai perasaan anak. Maksud
hati ingin membuat anak jera, namun justru akan menumbuhkan bibit-bibit kebencian
seorang anak terhadap gurunya. Jadi mungkin saja seorang guru tidak berhasil
mendidik anak karena secara batiniah
anak telah membenci perilaku guru yang suka menyalahkan dan tidak menghargai segala
usahanya.
Kedua, anak tidak
memahami materi pelajaran. Guru perlu introspeksi mengapa anak tidak memahami
materi pelajaran. Apakah ini berkaitan dengan cara guru mengajar, karakter guru, psikologi siswa
atau malah lingkungan yang kurang
mendukung anak bisa belajar. Anak yang tidak memahami pelajaran guru akan cenderung
membuat suasana kelas gaduh.
Daya serap anak terhadap materi pelajaran bisa juga lebih disebabkan faktor
tingkat intelegensi anak. Anak dengan IQ di bawah rata-rata akan cenderung
sulit untuk memahami hampir semua
pelajaran yang menggunakan tenaga ekstra otak untuk berpikir. Biasanya hal ini
disertai dengan bawaan perilaku yang cenderung aktif seperti mengganggu temannya, mengajak ngobrol, mengganggu dan sebagainya.
Anak tidak memahami materi pelajaran, bisa jadi karena orang tua tidak membangun iklim
pembelajaran yang kondusif di rumah. Misal orang tua tidak bertanya secara
hangat kepada anak tentang kegiatannya di sekolah, tidak
mendampingi anak saat belajar dirumah, atau melakukan hal-hal yang menyalahi
prinsip keteladanan. Jadi sebenarnya proses belajar anak di sekolah dan di
rumah adalah saling menguatkan. Jika keduanya saling kooperatif dan sinergis,
maka akan bisa memaksimalkan potensi
belajar anak.
Ketiga, guru kurang bisa
mengkondisikan keadaan kelas. Tidak semua orang mampu menjadi pendidik yang
baik. Guru yang terlalu cuek dan kurang empati dengan kondisi siswanya acapkali
dapat terlacak dari suasana kelas yang ramai. Seorang guru yang tidak
menegur ketika siswa melakukan kesalahan
akan dipersepsi sebagai penguatan perilaku keliru siswa. Jadi saat guru yang
tidak berbuat banyak untuk membuat kelas tenang dan kondusif akan dianggap
sebagai pembenar atas perilaku gaduh anak di kelas. Kemampuan seorang guru
untuk dapat membuat siswa memperhatikan materi ajar, adalah modal utama
keberhasilan guru dalam mendidik para siswa.
Keempat, guru monoton
dalam mengajar. Guru yang mengajar dengan metode yang sama dari waktu ke waktu
membuat pembelajaran terasa membosankan. Kini, guru dituntut untuk inovatif
dalam mengajar untuk membuat siswa bergairah. Hakekatnya semua hal dapat
dijadikan media dalam belajar, dan hanya guru yang kreatiflah yang dapat
menciptakan itu semua. Guru harus paham saat anak dalam keadaan jenuh belajar,
dan kemudian membuat selingan edukatif-rekreatif seperti memberi permainan yang
menyenangkan, menonton film, menceritakan kisah inspiratif secara ekspresif,
atau hal lain yang menyenangkan yang
dapat memalingkan anak dari kejenuhan saat belajar. Namun hal tersebut jangan dilakukan terlalu lama, agar
tidak membuat anak terperangkap terhadap kegiatan menyenangkan tersebut dan kemudian
anak malas untuk belajar kembali.
Created by
: Yudhi Pramudityo, S.Psi
0 Response to "Mengapa Anakku Sulit Memahami Pelajaran Ya ?"
Posting Komentar