Pendidikan Sholat Pada Anak Sejak Dini





"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya" (Q. S. Thaha: 132)


Begitu pentingnya makna shalat bagi kehidupan muslim, terlebih dalam persoalan akhirat membuat orang tua yang sadar akan kewajibannya memutar akal untuk membuat anak sejak kecil terbiasa memenuhi hak Allah Swt yang terpenting itu. Namun   jamak diakui, bahwa teramat sulit di jaman yang serba penuh dengan kemudahan dan hiburan ini untuk membuat mereka secara sadar mengerjakannya. Kalau demikian,   apa yang bisa dilakukan orang tua untuk menanamkan pentingnya sholat sejak dini?

Membuka Dialog
Anak jaman sekarang yang semakin cerdas ini perlu diajak berdialog tentang hal-hal yang belum dipahaminya. Dalam kaitan dengan kewajiban shalat, pengertian bisa dibangun dengan bercerita tentang nikmat Allah yang banyak dikaruniakan kepadanya. Bahkan bahwa Allah teramat mencintai kita sehingga memberi banyak hal yang kita butuhkan  atau   yang kita tidak tahu kalau kita membutuhkan.  

Untuk itu perlu digunakan bahasa yang sesuai dengan tahap perkembangan anak sehingga mereka dapat menangkap cerita bahwa manusia perlu untuk bersyukur  kepada Allah, diantaranya dengan menjalankan perintah AllahNya. Dengan bersyukur maka Allah akan melipatgandakan kebaikanNya.

Cerita tentang surga sebagai balasan bagi orang-orang yang melakukan kebaikan atau beramal shaleh juga perlu diperkenalkan. Namun, cerita tersebut harus dirancang sedemikian rupa sehingga anak mampu mencerna dengan mudah. Diantara cara jitu adalah dengan menunjukkan kisah yang merangsang otak anak untuk dapat berfantasi tentang surga.
Dengan bertambah usia, anak juga mulai dapat dilatih berwudhu dan melakukan shalat.  Kepada mereka bisa diberikan apresiasi: “Alhamdulillah abang sekarang sudah berusia 7 tahun berarti shalat abang harus semakin rajin’ dan  tepat waktu.” Selain itu orang tua juga boleh memberikan penghargaan (bukan pujian) saat anak mau shalat berjamaah.  

Selanjutnya orang tua harus bisa menghindari marah atau berkata  buruk atau menghakimi saat anak sedang menolak untuk shalat. Justru perlu dicoba  untuk menerima dan mengerti terlebih dahulu sikap dan pendapat anak. Inilah teladan yang diberikan oleh Rasulullah Saw  manakala menasehati sahabat, termasuk anak-anak. Rasulullah selalu memilih waktu yang tepat, dalam perumpamaan yang menarik, dan sesuai dengan kemampuan penerimanya. Tak kalah penting, Rasulullah bersabda, “Berilah berita gembira dan jangan membuat orang lari, permudah dan jangan mempersulit.”(Riwayat Muslim)

Begitu pun segala hal yang dicontohkan kepada anak, sedapat mungkin senantiasa menghadirkan kenyamanan pada anak. Bila ada hal-hal di luar yang mengusiknya dan bertentangan dengan hal yang didapatkan di dalam rumah, maka yang menjadi rujukan dasarnya adalah apa yang didapatnya di dalam rumah. Seperti dalam kasus shalat lima waktu, bila di rumah anak telah terbiasa mendapatkan suasana yang menyenangkan, maka apa pun yang terjadi di luar rumah, ia akan tetap meyakini bahwa shalat sesunguhnya menyenangkan.

Menggunakan kalimat yang baik dan menyenangkan adalah kunci terpenting untuk menanamkan kecintaan anak pada  Islam. Karena itu,   kalimat yang dilontarkan kepada anak harus terpilih. Akan lebih indah didengar dan dirasa, manakala seorang anak mendengar, “Pekerjaan Ibu masih banyak, sekarang Ibu mau shalat dulu, supaya lebih bersemangat,” Dengan diucapkan sambil tersenyum itu, anak akan mendapatkan pengertian bahwa shalat adalah penyemangat ketika lelah dan sibuk.  

Kalimat yang baik, inilah metode dasar memahamkan Islam, termasuk pada anak, sebagaimana dititahkan dalam surat An-Nahl:125: “Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabb-mu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapatkan petunjuk.” Kalimat-kalimat yang baik pula yang kelak akan memotivasi anak untuk mencintai agamanya dan bangga menjadi seorang Muslim. 
  
Bagaimana cara menumbuhkan kesadaran untuk menjalankan sholat? **)

Keteladanan
Keteladanan diberikan  dengan cara mengajak anak melaksanakan shalat berjamaa, sehingga akan  membawa kesan positif dalam jiwa anak. Orang yang paling banyak diikuti oleh anak dan yang paling kuat menanamkan pengaruhnya ke dalam jiwa anak adalah orang tuanya. Oleh karena itu, Rasulullah Saw memerintahkan agar orang tua dapat menjadi teladan yang baik bagi anak-anak mereka.  

Melatih berulang-ulang
Melatih gerakan dan bacaan shalat pada anak usia dini hendaknya dilakukan secara berulang-ulang  Semakin sering anak mendapatkan simulasi dan penjelasan gerakan shalat,  maka anak semakin mampu melakukannya. Begitu juga dengan bacaan shalat. Semakin sering di dengar oleh anak, maka semakin cepat  hafal bacaan shalat tersebut.

Menciptakan Suasana Nyaman dan Aman.
Menghadirkan suasana belajar shalat yang memberikan rasa aman dan menyenangkan bagi anak dalam proses pendidikan shalat, pada tahap awal terkadang bisa mengganggu kekhusyukan shalat orang tua. Jadi orang tua harus dapat memahami bahwa proses belajar dapat mengganggu kekhusyukan shalat orang tua, maka anak tidak boleh dimarahi apalagi dilarang dekat dengan orang tua saat shalat. Pengarahan tentang bagaimana  cara shalat yang benar diajarkan kepada anak setelah proses shalat berlangsung. 

Tidak Memaksa tapi Mengarahkan Dengan Halus.
Tidak melakukan pemaksaan dalam melatih anak usia dini melakukan shalat sangat penting. Perkembangan kemampuan anak untuk melakukan gerakan shalat  adalah hasil dari pematangan proses belajar. Pengalaman dan pelatihan akan mempunyai pengaruh bila dasar-dasar   kemampuan yang diberikan telah mencapai kematangan. 

Selanjutnya anak dapat mencapai tahapan kemampuan baru yaitu dapat melakukan gerakan shalat sekalipun belum berurutan. Pemaksaan latihan kepada anak sebelum mencapai kematangan akan mengakibatkan kegagalan atau  ketidakoptimalan hasil. Bila anak  mengalami kemajuan, maka hal itu sebenarnya semu atau premature, yang akhirnya dapat menimbulkan kekecewaan  atau rasa ”tidak suka” pada kegiatan yang dilatihkan.  

Tidak membanding-bandingkan
Semakin bertambah usia anak maka semakin mampu melakukan gerakan-gerakan motorik dari yang sederhana sampai yang kompleks. Namun perlu diperhatikan adanya keunikan setiap anak. Bisa jadi tahapan perkembangan gerakan motorik antara anak yang satu lebih cepat dibanding   lainnya. Oleh karenanya, penting   untuk   tidak membanding-bandingkan anak dengan yang lain yang seusia. Setiap anak harus mendapatkan perhatian dari orang tua hingga muncul penghargaan atas diri anak dan antar sesama anak.

Bagaimana menanamkan kesadaran beribadah shalat jika kedua orang tua  bekerja?
Orang tua dapat melakukan pengecekan dari kantor secara rutin. Selain itu, orang tua dapat melakukan dialog secara rutin yang diantara pembicaraannya sambil mengecek shalat anak. Pada gilirannya anak akan mengerti betapa shalat harus menjadi bagian dari kehidupan yang harus mendapat prioritas.

Bila di rumah ada pembantu, maka mereka bisa diminta untuk memantau prestasi shalat anak. Catatan tersebut bisa menjadi bagian dari agenda rapat keluarga pada hari Sabtu atau Ahad. Intinya bukan menjadikan anak sebagai terdakwa tapi lebih untuk menanyakan kepada anak bahwa apa yang dilakukan orang tua ialah agar ia dapat shalat tepat waktu.


Bagaimana   membuat perjanjian agar anak menyadari konsekuensi meninggalkan sholat?
Mengecek keimanan diri sebagai orang tua  harus dilakukan, sebelum   membangkitkan rasa keimanan anak. Orang tua terlebih dahulu bercermin apakah  keimanan diri sudah terwujud melalui ibadah yang baik dan benar. Jika belum, maka ibadahnya perlu diperbaiki sebelum ‘menurunkan’-nya pada anak. Dengan senatiasa mengingat Allah Swt, orang tua    senatiasa sadar akan perannya sebagai orang tua   untuk memberikan contoh pada anak.  Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan:

  • Orang tua perlu melakukan shalat lima waktu setiap hari sejak dini agar dapat disaksikan anak sehingga membuat anak terpicu untuk meniru.  
  • Ajaklah anak berdiskusi saat ia tidak mengerjakan shalat. Penekanan ada pada pemahaman anak tentang pentingnya shalat dan bukan mengedepankan hukuman. Buatlah anak memahami shalat terlebih dahulu, kemudian  mencintai (berarti sudah ada keyakinan tentang pentingnya shalat) dan akhirnya anak mau melakukannya tanpa tekanan.
  • Meski makin besar anak seharusnya  makin mengerti bahwa ia tidak boleh meninggalkan shalat. Namun setiap anak akan mengembangkan sikap dan perilaku yang berbeda terhadapa shalat. Nabi saw bersabda;
  •  “Suruhlah anak-anak kalian untuk shalat ketika berumur tujuh tahun dan jika telah berumur sepuluh tahun, namun tidak mau mengerjakan shalat maka pukullah.” HR Abu Dawud. Ungkapan ini perlu dimaknai dengan berhati-hati, karena makna ‘pukullah’  tentu bukan melakukan hukuman dengan kekerasan   yang menyakitkan dan melukai, tetapi bahwa orangtua harus menunjukkan ketidaksenangan dan konsekuensi yang sangat tegas saat anak terlambat atau tidak mengerjakan shalat.

Referensi
*) Kartika Trimarti, penulis ibu rumah tangga tinggal di Bekasi, Jawa Barat. SUARA HIDAYATULLAH, AGUSTUS 2011
**) Majalah Female Reader Edisi I/Vol III  

Author : Dra. Ery Soekresno, Psi. M. Sc.(Edu)
Pengamat masalah anak, konsultan  psikologi dan pendidikan
& Guru Bahasa Indonesia di Sekolah Komunitas Kebon Maen

0 Response to "Pendidikan Sholat Pada Anak Sejak Dini"

Posting Komentar