Beberapa
tahun yang lalu, ketika saya bekerja sebagai direktris pendidikan di sebuah
sekolah swasta, saat sedang UAS, ada satu siswa saya kelas 1 sekolah dasar
bertanya kepada gurunya tentang satu soal pelajaran PKn. Soalnya kami peroleh
dari Diknas. Soalnya seperti ini:
Setelah kamu
makan, piringnya:
- dicuci sendiri
- dicuci oleh pembantu
- didiamkan saja
Siswa kami
bertanya “apakah harus menjawab jujur atau menjawab yang benar?” Setelah tanya
jawab, saya mulai memahami maksud pertanyaannya. Siswa kami secara jujur tidak
pernah mencuci piring sesudah makan, namun ia tahu yang benar harusnya mencuci
sendirinya piringnya. Saya mengucapkan terima kasih atas kejujurannya namun
saya menyarankan kepada siswa kami untuk memilih yang benar karena hal ini
berpengaruh terhadap nilai UASnya.
Saya merasa
bangga dengan kejujuran siswa saya, namun kejujuran itu tidak dapat ia
tunjukkan saat menjawab pertanyaan UAS. Benar juga pepatah dari Albert Einstein
yang mengatakan “TIDAK SEMUA YANG DAPAT
DIHITUNG BERHARGA, DAN TIDAK SEMUA YANG BERHARGA DAPAT DIHITUNG.”
Kejujuran
termasuk hal yang berharga tapi agak sulit untuk dihitung (maksudnya: untuk
dapat nilai seperti nilai matematika). Sejak kecil, kita sudah dilatih untuk
bersikap jujur, walaupun secara jujur kita semua tidak pernah dapat penjelasan
tentang konsep jujur yang sejelas-jelasnya.
Mengapa anak
berbohong/tidak jujur?
Kebanyakan anak-anak berbohong atau berkata tidak jujur
karena beberapa hal, tergantung situasi
dan motivasi mereka. Anak berbohong karena:
- menutupi sesuatu, untuk menghindarkan diri dari hukuman
- eksplorasi dan bereksperimen terhadap sikap dan reaksi ortu atau guru
- melebih-lebihkan cerita (alai) atau ingin memberikan kesan pada orang lain
- mendapatkan perhatian, terutama jika ortu atau pendidik mengetahui yang sebenarnya
- memanipulasi situasi atau untuk mendapatkan sesuatu, misalnya anak bicara pada neneknya bahwa ia boleh makan es krim sebelum makan malam.
Bagaimana mengajarkan
anak tidak berbohong?
Kita
mengajarkan kejujuran dengan mendorong anak untuk berbicara yang sebenarnya dan
membuat orang tua dan guru memahami apa yang ada di pikiran dan juga yang dirasakan anak. Sejak awal
perlu ditanamkan bahwa anak boleh menyampaikan apa yang mereka pikirkan dan
rasakan tanpa rasa takut.
- Jika ortu atau guru mengambil mainan atau buku yang kurang baik untuk dibaca dari anak, kita harus siap bahwa anak akan marah. Tanyakan kepada anak bagaimana perasaannya. Katakan bahwa ia boleh menyampaikan perasaan marahnya dan kita harus siap dengan pernyataannya. Strategi ini dapat melatih anak untuk dapat berbicara dengan jujur tanpa takut dimarahi.
- Cara kedua untuk menanamkan kejujuran adalah hindari konfrontasi. Hindari bertanya seperti ini “ Ahmad, apa kamu mencoret-coret tembok?”, sebaiknya katakan “Ahmad, kamu kan tahu ya, seharusnya tidak mencoret-coret tembok tapi menulis di atas kertas.” Pertanyaan pertama akan memberi peluang anak untuk berbohong. Pernyataan kedua memudahkan anak menceritakan yang sebenarnya. Jika Ahmad ternyata tidak melakukannya, ia akan dengan mudah mengatakan: “Bu, bukan aku yang mencoret-coret tembok tapi ayah.”
- Strategi ke tiga dan yang paling penting adalah jujur pada diri sendiri. Jangan pernah berbohong pada anak. Ortu dan guru adalah teladan bagi anak. Jika kita berbohong pada anak, anak akan berpikir bahwa bohong itu diperbolehkan. Apalagi, jika anak berbohong pada kita kemudian kita marah. Itu standar dobel.
o
Cara mudah untuk mengecek apakah kita suka berbohong kepada anak adalah dari
kalimat-kalimat yang kita sampaikan. Misalnya saat anak menangis karena ibunya
akan pergi, biasanya ibunya berjanji bahwa perginya tidak lama
dan segera kembali dalam beberapa menit. Ternyata ibunya baru kembali setelah
beberapa jam. Jenis bohong ”putih” seperti ini akan membuat anak tidak
percaya pada kita. Lebih baik dikatakan kepada anak ”Ibu harus belanja. Ibu
tidak tahu berapa lama tapi insya Allah setelah selesai ibu segera
pulang.”
o
Bercanda dan main-main dengan kata-kata sangat menyenangkan. Hampir setiap
orang melakukannya dan merasa asyik banget. Tetapi, berhati-hatilah untuk tidak
berlebihan menggunakan kata-kata ini pada anak-anak. Anak masih belum memiliki
pengetahuan dan pengalaman untuk menentukan apakah ini humor atau bukan, dan
akan mengambil semuanya ke dalam hatinya.
Dari semua
itu, kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimana-mana. Penting sekali
mengenalkan anak kita tentang adanya Tuhan yang selalu mengawasi kita. Jadi
penting sekali bagi kita semua untuk jujur karena Tuhan lihat apa yang kita
lakukan. Tanamkan bahwa Tuhan sangat sayang kepada anak yang jujur, sehingga
anak akan hati-hati dalam bertindak. Jika
melakukan kebohongan, ia pun akan merasa bersalah, berterus terang, dan minta maaf. Hubungan
anak dan orang tua atau juga guru harus
terbina dengan baik sehingga akan terbangun kepercayaan. Rasa percaya inilah
yang akan membuat anak akan selalu terbuka dalam setiap permasalahan atau
ketika dia melakukan kesalahan. Wallahu
ta’ala a’lam bishowab.
Author : Dra. Ery
Soekresno, Psi. M. Sc.(Edu)
0 Response to "Menanamkan Kejujuran Sejak Dini"
Posting Komentar