Menanamkan Kejujuran Sejak Dini






Beberapa tahun yang lalu, ketika saya bekerja sebagai direktris pendidikan di sebuah sekolah swasta, saat sedang UAS, ada satu siswa saya kelas 1 sekolah dasar bertanya kepada gurunya tentang satu soal pelajaran PKn. Soalnya kami peroleh dari Diknas. Soalnya seperti ini:


Setelah kamu makan, piringnya:
  1. dicuci sendiri
  2. dicuci oleh pembantu
  3. didiamkan saja

Siswa kami bertanya “apakah harus menjawab jujur atau menjawab yang benar?” Setelah tanya jawab, saya mulai memahami maksud pertanyaannya. Siswa kami secara jujur tidak pernah mencuci piring sesudah makan, namun ia tahu yang benar harusnya mencuci sendirinya piringnya. Saya mengucapkan terima kasih atas kejujurannya namun saya menyarankan kepada siswa kami untuk memilih yang benar karena hal ini berpengaruh terhadap nilai UASnya.

Saya merasa bangga dengan kejujuran siswa saya, namun kejujuran itu tidak dapat ia tunjukkan saat menjawab pertanyaan UAS. Benar juga pepatah dari Albert Einstein yang mengatakan “TIDAK SEMUA YANG DAPAT DIHITUNG BERHARGA, DAN TIDAK SEMUA YANG BERHARGA DAPAT DIHITUNG.”

Kejujuran termasuk hal yang berharga tapi agak sulit untuk dihitung (maksudnya: untuk dapat nilai seperti nilai matematika). Sejak kecil, kita sudah dilatih untuk bersikap jujur, walaupun secara jujur kita semua tidak pernah dapat penjelasan tentang konsep jujur yang sejelas-jelasnya.  

Mengapa anak berbohong/tidak jujur?
Kebanyakan anak-anak berbohong atau berkata tidak jujur karena beberapa hal,  tergantung situasi dan motivasi mereka. Anak berbohong karena:
  • menutupi sesuatu, untuk menghindarkan diri dari hukuman
  • eksplorasi dan bereksperimen terhadap sikap dan reaksi ortu atau guru
  • melebih-lebihkan cerita (alai) atau ingin memberikan kesan pada orang lain
  • mendapatkan perhatian, terutama jika ortu atau pendidik mengetahui yang sebenarnya
  • memanipulasi situasi atau untuk mendapatkan sesuatu, misalnya anak bicara pada neneknya bahwa ia boleh makan es krim sebelum makan malam.

Bagaimana mengajarkan anak tidak berbohong?
Kita mengajarkan kejujuran dengan mendorong anak untuk berbicara yang sebenarnya dan membuat orang tua dan guru memahami apa yang ada di pikiran  dan juga yang dirasakan anak. Sejak awal perlu ditanamkan bahwa anak boleh menyampaikan apa yang mereka pikirkan dan rasakan tanpa rasa takut.

  • Jika ortu atau guru mengambil mainan atau buku yang kurang baik untuk dibaca dari anak, kita harus siap bahwa anak akan marah. Tanyakan kepada anak bagaimana perasaannya. Katakan   bahwa ia boleh menyampaikan perasaan marahnya dan kita  harus siap dengan pernyataannya. Strategi ini dapat melatih anak untuk dapat berbicara dengan jujur tanpa takut dimarahi.
  • Cara kedua untuk menanamkan kejujuran adalah hindari konfrontasi. Hindari bertanya seperti ini “ Ahmad, apa kamu mencoret-coret tembok?”, sebaiknya katakan “Ahmad, kamu kan tahu ya,   seharusnya tidak mencoret-coret tembok tapi menulis di atas kertas.” Pertanyaan pertama akan memberi peluang anak untuk berbohong. Pernyataan kedua  memudahkan anak menceritakan yang sebenarnya. Jika Ahmad ternyata tidak melakukannya, ia akan dengan mudah mengatakan: “Bu, bukan aku yang mencoret-coret tembok tapi ayah.”
  • Strategi ke tiga dan yang paling penting  adalah jujur pada diri sendiri. Jangan pernah berbohong pada anak. Ortu dan guru adalah teladan bagi anak. Jika kita berbohong pada anak, anak akan berpikir bahwa bohong itu diperbolehkan. Apalagi, jika anak berbohong pada kita kemudian kita marah. Itu standar dobel.
o   Cara mudah untuk mengecek apakah kita suka berbohong kepada anak adalah dari kalimat-kalimat yang kita sampaikan. Misalnya saat anak menangis karena ibunya akan pergi, biasanya ibunya berjanji bahwa perginya tidak   lama dan segera kembali dalam beberapa menit. Ternyata ibunya baru kembali setelah beberapa jam. Jenis bohong ”putih” seperti ini akan membuat anak   tidak percaya pada kita. Lebih baik dikatakan kepada anak ”Ibu harus belanja. Ibu tidak tahu berapa lama tapi insya Allah setelah selesai ibu   segera pulang.”
o   Bercanda dan main-main dengan kata-kata sangat menyenangkan. Hampir setiap orang melakukannya dan merasa asyik banget. Tetapi, berhati-hatilah untuk tidak berlebihan menggunakan kata-kata ini pada anak-anak. Anak masih belum memiliki pengetahuan dan pengalaman untuk menentukan apakah ini humor atau bukan, dan akan mengambil semuanya ke dalam hatinya.

Dari semua itu, kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimana-mana. Penting sekali mengenalkan anak kita tentang adanya Tuhan yang selalu mengawasi kita. Jadi penting sekali bagi kita semua untuk jujur karena Tuhan lihat apa yang kita lakukan. Tanamkan bahwa Tuhan sangat sayang kepada anak yang jujur, sehingga anak akan hati-hati dalam bertindak.  Jika melakukan kebohongan, ia pun akan merasa bersalah,  berterus terang, dan minta maaf. Hubungan anak dan orang tua atau juga guru  harus terbina dengan baik sehingga akan terbangun kepercayaan. Rasa percaya inilah yang akan membuat anak akan selalu terbuka dalam setiap permasalahan atau ketika dia melakukan kesalahan.  Wallahu ta’ala a’lam bishowab.

Author : Dra. Ery Soekresno, Psi. M. Sc.(Edu)


0 Response to "Menanamkan Kejujuran Sejak Dini"

Posting Komentar