Dalam kebudayaan (Jawa) gejala
kebancian atau transeksual sudah lama muncul dan hadir dalam dunia sastra.
Tokoh Srikandi atau Sikandin dalam cerita wayang purwa yang didasarkan pada
epos Mahabarata sebenarnya seorang banci. Namun para pujangga Jawa yang sudah
beragama Islam kemudian memberinya peran sebagai perempuan bahkan dijadikan
istri Arjuna. Raja Pandu Dewanata dari Amarta mungkin seorang homoseksual
karena kelima anaknya yakni para Pandawa bukan anak biologisnya. Juga dalam
cerita wayang yang diangkat dari epos Ramayana ada tokoh Kenya Wandu (perempuan
banci) yang bernama Sarpa Kenaka, adik raja Dasamuka dari negeri Alengka. Serat
Centhini sebuah karya sastra besar dalam budaya Jawa menuturkan hadirnya tokoh
Sekh Among Raga seorang pengelana. Kata ‘among raga’ secara harfiah berarti
‘memanjakan tubuh’ alias memanjakan kebutuhan badani dalam ini kebutuhan
birahi. Dalam Serat Centhini, Sekh Among Raga biasa menjalankan kegiatan
seksual terhadap pengiringnya sesama lelaki.
Demikian, maka gejala kebancian bukan
suatu yang dianggap aneh karena sudah lama dikenal oleh masyarakat Jawa. Sampai
sekarang pun masyarakat Jawa mengenal adanya lengger lanang atau lengger
laki-laki. Sebaliknya ada juga ebeg wadon atau penari kuda kepang perempuan.
Tari ngremo di Jawa Timur, pelakunya laki-laki tetapi penampilan dan
perilakunya dibuat sangat perempuan atau feminin.
Bagaimana menjelaskan
gejala-gejala ini? Dari segi kebudayaan bisa ditarik kesimpulan spekulatif
bahwa masyarakat atau orang pribadi
memang memiliki kecenderungan menyeberangi batas yang memisahkan
kelelakian (maskulinitas) dan keperempuanan (feminitas). Ini
disebabkan manusia punya tabiat selalu
ingin mencoba hal yang baru, yang tidak biasa,
dan kuriositasnya (ingin tahunya) tinggi karena dia diberi kekuatan akal. Dengan
kecenderungan seperti itu, maka bila tidak dikendalikan oleh iman, manusia bisa
melakukan hal-hal yang menyimpang bahkan melawan kodrat. Maka iman menjadi kata
kunci untuk menjaga perilaku manusia agar tetap pada jalur yang sudah diatur
dalam syariat.
Fakta
Biologis dan Psikis
Ilmu genetika menjelaskan bahwa
dalam setiap tubuh manusia terdapat dua faktor, yakni faktor laki-laki dan
faktor perempuan sekaligus. Sesosok tubuh akan hadir sebagai laki-laki apabila
dalam tubuhnya faktor laki-laki dominasinya kuat atas faktor perempuan, dan sebaliknya. Tetapi
apabila terjadi suatu kondisi, dan hal ini tidak banyak, di mana kedua faktor
tersebut tidak ada yang dominan, sama
atau hampir sama kekuatannya maka akan terjadi kegalauan kesadaran pada pribadi
tersebut. Maksudnya, secara lahiriyah dia hadir sebagai laki-laki misalnya
namun perilakunya feminin. Apabila hanya sampai pada taraf demikian, bisa
dikatakan belum menjadi masalah. Namun apabila secara psikis dia punya kesadaran sebagai perempuan walaupun
bertubuh laki-laki – atau sebaliknya – ini memang repot. Maka ada yang
mengambil solusi ekstrem yakni operasi alih kelamin.
Sesungguhnya anak-anak yang
mempunyai kecenderungan ‘galau kelamin’ bisa dibantu agar pertumbuhannya sesuai
dengan kondisi lahirnya. Anak laki-laki yang punya
kecenderungan perempuan harus benar-benar diperlakukan
sebagai anak laki-laki.
Misalnya, dia jangan dibiarkan selalu bermain dengan sekelompok anak yang
semuanya perempuan; juga sebaliknya. Dengan kata lain pengaruh lingkungan juga
besar terhadap perkembangan seseorang. Di dunia ‘hombreng’ pun dikenal ungkapan
bahwa kebancian itu bisa menular. Maka masyarakat sepantasnya peduli dan tidak
hanya mengutuk mereka yang karena faktor pembawaan genetik mereka sejak lahir
menjadi banci dan tergagap-gagap karena bingung mengindentifikasikan dirinya
sendiri.
Umat Nabi
Luth
Umat Nabi Luth dimusnahkan oleh
Allah karena mereka melakukan kegiatan homoseksual antara sesama laki-laki dan
sesama perempuan. Sesungguhnya secara biologis mereka normal. Yang laki-laki secara fisik tampil sebagai laki-laki
seuntuhnya. Bahkan mereka juga secara psikis menyadari dirinya adalah laki-laki
tulen. Namun kerusakan mental menyebabkan mereka hanya bisa terpuaskan oleh
sesama jenis. Jadi mereka secara sadar melawan kodrat yang tentu saja itu
adalah dosa besar. Dan mereka selalu melawan ketika Nabi Luth memberi nasihat agar mereka
menghentikan dosa besar tersebut.
Celakanya perilaku umat Nabi Luth
diam-diam mengejala di tengah masyarakat kita. Istilah gerus lumpang ditujukan kepada lesbianisme dan istilah njambu untuk homosesualisme . Yang terakhir ini tersebut dalam Serat Centhini.
Nah, perilaku kaum laki-laki yang bertubuh laki-laki dan sadar penuh dirinya
laki-laki tetapi hanya doyan laki-laki – juga sebaliknya - inilah penyimpangan yang menjijikan. Oleh
kalangan yang merasa prihatin, mereka di sebut laki-laki han-do-ko, hanya doyan ko...
Bahkan gejala ini meruah ketika
kapitalisme yang selalu mengejar keuntungan dari segala bisnisnya. Kapitalisasi
atas dunia hiburan memberi peluang seluasnya kepada para among raga yakni
mereka yang selalu memanjakan naluri sensualis. Maka banyak artis laki-laki
yang tampil dan berperilaku banci, bahkan bergincu, lenggak-lenggok dan genit.
Nah, kita berlindung kepada Allah dari perilaku dari kehancuran akibat dosa
seperti yang dilakukan oleh umat Nabi Luth.
Author : Ahmad Tohari
0 Response to "Laki-laki Bergincu dan Genit"
Posting Komentar