Keglamoran Hedonisme Penyebab Disfungsi Kepribadian






Dewasa ini kita melihat dimana-mana banyak orang yang terpesona dengan gemerlapan dunia. Dengan dalil globalisasi, manusia semakin jauh dari fitrahnya sebagai insan yang zuhud dan terjebak pada keglamoran hidup hedonisme. Saat ini banyak manusia menuhankan segala sesuatu yang menjadi kesukaannya, baik itu harta, kekuasaan, wanita, serta ilmu pengetahuan itu sendiri. Perputaran uang yang begitu cepat membuat orang lupa akan fitrahnya sebagai makhluk yang akan kembali kepada Tuhannya. Kegemerlapan fiktif seperti ini menyebabkan manusia menjadi rusak jiwanya serta mati hatinya walaupun secara fisik mereka terlihat gagah dan sehat. Individu seperti ini akan mengalami kekosongan kalbu, gelisah dan gersang hatinya, serta tidak dapat menikmati kehidupannya dengan baik.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hedonisme diartikan sebagai pandangan yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup (KBBI, edisi ketiga, 2001). Orang yang menitikberatkan hidup pada paham ini memiliki cara pandang dalam memahami hidup manusia di dunia sehingga ia lebih mencintai pemuasan jasmani dari pada rohani. Cinta pada dunia beserta segala kemewahan yang terlihat dan dirasakan oleh panca indera manusia. Hal ini sangat bertolak belakang dengan syariat islam, dimana islam sebagai agama yang damai. Islam tidak hanya memandang aspek duniawi saja tetapi juga ukhrowi

Sering kali kita jumpai orang tidak menyadari bahwa dirinya telah terjebak dalam kehidupan konsumtif. Bagi mereka yang dijalaninya adalah suatu kewajaran dan bagian dari tuntutan hidup, sehingga mereka acapkali mengabaikan nasihat dari orang sekitar. Disini besar peranan media massa untuk menumbuhsuburkan penyakit-penyakit hedonis ini dikalangan masyarakat dunia. Apapun caranya akan dilakukan oleh orang termasuk dengan banyaknya fasilitas kredit yang ditawarkan oleh para lintah darat.

Galian hutang yang terus menuju palung membuat orang tidak menyadari bahwa sebentar lagi mereka tidak dapat bergerak karena himpitannya. Orang menjadi tidak lagi dapat berpikir secara rasional serta tidak bebas mengembangkan dirinya. Yang ada hanya bagaimana cara untuk melepaskan diri dari jeratannya. Lambat laun kepribadian sang individu yang santun mulai berubah. Jeratan-jeratan gaya hidup yang baru telah merambah hingga relung hati yang terdalam sehingga mereka tidak mampu lagi membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.    

Allah tidak memberikan jiwa manusia kecuali jiwa yang memiliki kecenderungan sehat, baik dan suci. Kesehatan jiwa manusia tidak sekedar alami dan fitri, melainkan telah diatur sedemikian rupa oleh sang Kholiq. Matinya hati sebagai parameter dari gangguan kepribadian. Berdasarkan perspektif psikologi Islam, gangguan kepribadian adalah serangkaian perilaku manusia yang menyimpang dari fitrah asli yang murni, bersih dan suci, yang telah ditetapkan oleh Allah SWT sejak zaman azali (Mujib, 2007). Dalam konsep Islam istilah gangguan kepribadian ini sering diidentikkan dengan akhlak tercela. Perbuatan ini adalah perilaku yang berdosa dan merupakan penyakit hati yang dapat menggangu realisasi dan aktualisasi diri seseorang.

Belakangan ini makin banyak manusia yang tidak dapat menjadi pribadi yang yang baik dikarenakan jauh dari nilai-nilai Islam. Manusia tidak lagi mampu mengaplikasikan benih-benih Islam dalam kehidupan mereka, namun mereka pintar saat bicara tentang Islam. Orang dengan perilaku hedonis biasanya memiliki pribadi yang Riya’(pamer).

Mereka melakukan suatu perbuatan karena pamrih dan cari muka pada orang lain. Seseorang yang melakukan riya’ berarti tidak mampu merealisasikan dirinya dengan baik. Riya’ termasuk psikopatologis karena pelakunya berbuat sesuatu hanya untuk mencari muka tanpa memperhitungkan produktifitas dan kualitas amaliahnya. Selain itu ia juga mudah marah (gadab).

Si individu biasanya menunjukkan tingkat kelabilan jiwa karena ia tidak mampu mengendalikan amarahnya. Yang dimaksud di sini adalah ketika kemarahan berkobar tak terkendali maka kesadaran nurani terhalangi yang kemudian mendatangkan sakit hati yang berat. Ia juga mudah terjerat pada bisikan setan. Perasaan dan pikirannya selalu waswas. Mengikuti waswas sama artinya dengan melanggar fitrah asli manusia yang suci dan baik, sebab waswas berorentasi pada fitrah asal setan yang sesat. Karena itu mengikuti bisikan setan tergolong psikopatologi bagi manusia.

Individu kerap kali menjadi mudah putus asa atau putus harapan; hilangnya gairah, semangat, sinergi dan motivasi hidup setelah seseorang tidak berhasil menggapai sesuatu. Putus asa dianggap psikopatologi karena ia menafikan potensi hakiki manusiawi, tidak percaya takdir Allah dan putus asa terhadap rahmat dan karunia-Nya. Selain itu muncul pula penyakit hati yang bernama rakus (thama’), rakus adalah penyakit jiwa yang selalu merasa kurang terhadap apa yang dimiliki meskipun apa yang dimiliki lebih dari cukup.

Orang rakus dikatakan berpenyakit karena tidak mampu menguasai diri, bahkan kebebasan hidup karena dikendalikan hawa nafsunya. Dan yang paling tragis pelaku hedonisme adalah adalah mencintai dunia secara berlebihan yang bisa diaplikasikan melalui perilaku pelit mengeluarkan harta dan atau berlebih-lebihan dalam menghamburkan harta dengan penuh kesia-siaan. Menjadikan dunia dan isinya sebagai tujuan akhir hidup dan bukan sebagai sarana hidup. Cinta semacam itu tergolong psikopatologi sebab penderitanya tidak sadar akan tujuan hidup yang hakiki.

Fenomena-fenomena yang penulis tuliskan diatas nampaknya belakangan ini sudah banyak menjangkiti kepribadian kaum muslim  Oleh karena itu, marilah kita kembali kepada ajaran Rosulullah SAW dan menjauhkan diri dari perilaku hedonisme. Dengan menjaga diri dari perilaku yang mengandung dosa kita dapat kembali kepada fitrah kita sebagai manusia yang bersih dan suci dan siap membekali diri dalam menghadapi kehidupan selanjutnya yang kekal.

DAFTAR PUSTAKA

U                 Mujin, Abdul dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islami, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002

sKBBI, edisi ketiga, 2001

Author : Yudhi Pramudityo, S.Psi


0 Response to "Keglamoran Hedonisme Penyebab Disfungsi Kepribadian"

Posting Komentar