Dikisahkan bahwa ada seorang ustadz sedang mengajarkan
ilmu syar’i kepada murid-muridnya pada siang hari bulan Ramadhan. Usia ustadz
tersebut jauh lebih muda daripada murid-muridnya. Di tengah-tengah proses
pengajaran ini sang ustadz kecil tersebut minta disediakan segelas air minum.
Tentu perbuatan ini mendatangkan protes dari murid-muridnya.*)
Siapakah ustadz yang nyeleneh ini? Dia adalah Muhammad
Idris asy-Syafi’i. Adegan aneh ini adalah cara super kreatif beliau mengajarkan
kepada murid-muridnya bahwa puasa itu diwajibkan bagi muslim yang sudah dewasa.
Jadi dengan enaknya ketika sedang mengajar pada siang hari di bulan Ramadhan,
beliau minta dihidangkan segelas air minum.
Kita tidak usah heran dengan kejadian tersebut, karena
pada usia 7 (tujuh) tahun beliau sudah hafal al-Quran. Usia 10 tahun Syafi’i kecil hafal kitab al-Muwatho' karya Imam
Malik, yang berisi 1.720 hadits pilihan. Pantas kemudian ketika
usianya mencapai 15 tahun imam muda ini sudah lihai berfatwa. Subhanallah!
Mari kita berkaca kepada Imam Syafi’i. Kenapa Syafi’i
kecil sudah luar biasa dengan prestasi yang dimilikinya? Masih ingatkah dengan kisah
seorang pemuda shalih yang menemukan buah apel? Karena keshalihannya, ia selalu
menjaga setiap makanan dan minuman sebelum masuk ke dalam perutnya. Ia merasa sangat
bersalah ketika memakan apel temuan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada
pemiliknya. Hingga akhirnya ia mendapatkan “kehalalan” buah apel tersebut
dengan berbagai macam syarat yang harus dilakukannya.
Itulah, Idris, orang tua Imam
Syafi'i. Sungguh, generasi yang baik selalu datang dari orang tua yang selalu
memastikan rezeki keluarganya halal dan baik.
Disebutkan juga dalam banyak kisah, bahwa umat
terdahulu sangat menjaga setiap makanan dan minuman sebelum masuk ke dalam
perut mereka. Ketika sudah benar-benar yakin akan kehalalannya, barulah mereka
memakannya. Tapi kalau masih meragukan apalagi haram, mereka tidak mau
memakannya, walaupun harus kelaparan.
Kehati-hatian mereka tidak hanya untuk dirinya
sendiri, tapi juga untuk keluarganya. Mereka tidak mau memberi makan
keluarganya dengan makanan yang haram. Karena makanan yang haram ini akan
sangat berpengaruh dalam kehidupan seseorang.
Bagaimanakah dengan barang
yang kita konsumsi sehari-hari? Adakah yang syubhat (diragukan kehalalan dzat maupun
cara memperolehnya) masih kita konsumsi? Kalau jawabannya tidak, insyaAllah
kita akan dimudahkan Allah untuk menghindari barang haram. Namun bila
jawabannya ya, maka waspadalah, karena selangkah lagi kita bisa terjelembab!
Rasulullah SAW bersabda: ”Tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari (makanan) yang haram
(dan) neraka lebih layak baginya” (HR. Ahmad , ad-Darimi, dan al-Hakim).
*) Kisah ini disadur dari sumber aslinya “From Zero to
Hero” Solihin Abu Izzuddin.
Author : Dwi Agus Wahyono
0 Response to "Apa yang terjadi jika ada seorang ustadz minum pada tengah hari bolong di bulan Ramadhan?"
Posting Komentar