Cobalah tanya orang-orang di sekitar
Anda tentang makna kehidupan. Tentu akan banyak pendapat yang mengemuka tentang
makna kehidupan. Mungkin ada yang menulis bahwa: “Hidup adalah perjuangan,”
“Hidup adalah memberi,” “Hidup adalah permainan,” “Hidup adalah ujian,” “Hidup
adalah petualangan”, dan seterusnya. Tidak ada yang salah dengan berbagai makna
yang disebut itu. Karena setiap orang punya makna dan pendapat tentang
kehidupan.
Karena,
setiap orang punya pandangan berbeda-beda tentang kehidupan, maka tindakannya pun
berbeda-beda dalam memberi makna pada kehidupan. Itu, salah satunya, dilatari
oleh beragamnya situasi dan latar belakang orang. Bagi orang yang bergelimang
kemewahan dan kesenangan duniawi, banyak dari mereka yang menilai bahwa hidup
harus dinikmati, dimanfaatkan untuk kesenangan dan bagaimana mempertahankan
kesenangan itu. Karena itu, orang mapan dan kaya, cenderung lebih takut pada
kemiskinan dan kesusahan. Tak banyak dari mereka yang memiliki mentalitas yang
kuat untuk menghadapi kesusahan.
Sebaliknya, bagi orang yang biasa
bergelimang kesusahan dan kesulitan, baginya hidup adalah masa untuk bersabar
dan menanggung penderitaan. Tidak sedikit di antara mereka yang kemudian putus
asa dan mengakhiri hidup dengan cara yang memilukan. Tapi sebenarnya, tidak ada
orang yang dilanda
kesulitan tanpa kesenangan, begitu pula tidak ada hidup yang hanya berisi
dengan kegembiraan, tanpa kesulitan.
Karena itu, yang harus dilakukan adalah
bagaimana berbuat, berusaha dan bertindak agar kita dapat merengkuh kebahagiaan
dan kesuksesan semaksimal mungkin. Seperti bunyi sebuah iklan, hidup adalah
sebuah pencapaian. Tapi pencapaian itu perlu didefinisikan lebih lanjut.
Kesuksesan yang ingin kita raih, tentu bukan hanya kesuksesan duniawi yang semu
dan sementara. Ada kesuksesan yang lebih besar dan abadi di akhirat kelak.
Hidup
pun adalah sebuah pengabdian dan penghambaan, sebuah ibadah. Allah berfirman: “Tidaklah Aku ciptakan jin dan
manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku,” (QS adz-Dzariyat: 56). Karena itu,
kehidupan seorang Muslim dalam semua bentuknya adalah ibadah dan kebaikan.
Bukan hanya ketika shalat, berdzikir, berdoa, berzakat dan seterusnya, ia dalam
beribadah. Tapi ketika ia memuliakan istrinya, keluarganya, tetangganya dan
masyarakatnya, maka hakikatnya ia juga sedang beribadah.
Hidup juga punya dimensi lain.
Pelayanan. Ya, melayani orang lain, memberikan kemaslahatan sebesar-besar dan
seluas-luasnya kepada banyak orang, adalah sebuah bentuk lain dari kebahagiaan
dan memaknai kehidupan. Kebaikan dan kebahagiaan yang kita berikan pada orang
lain, hakikatnya akan terpulang kepada kita, jika kita ikhlas melakukannya.
Demikianlah Rasulullah saw. Beliau mengisi hari-hari beliau untuk menebarkan
kebaikan dan kemaslahatan untuk umatnya. Bahkan, beliau lebih mementingkan
umatnya, daripada dirinya sendiri.
Hidup juga tentang mempertahankan
prinsip. Suatu ketika, seorang sahabat datang meminta nasihat kepada Rasulullah
saw. Beliau lantas memberikan wejangan, “Katakanlah aku beriman kepada Allah,
dan beristiqamahlah.” Ini menunjukkan betapa penting nilai konsistensi dalam
memegang teguh kebenaran. Sebab, kebenaran tak mungkin dapat dilaksanakan
secara utuh dan paripurna tanpa istiqamah. Al-Qur’an banyak bercerita tentang
teladan dalam istiqamah. Mulai dari kisah para Rasul dan Nabi, kisah Ashabul Kahfi (para penghuni gua),Ashabul Ukhdud (para penghuni parit), dan lainnya.
Para sahabat Nabi juga merupakan teladan hidup dalam mempertahankan keimanan
mereka, meski harus berhadapan dengan dera dan siksa dari kaum Musyrikin Qurays.
Namun istiqamah saja tidak cukup, jika
tak diiringi dengan keikhlasan. Sebab, bisa saja motivasi untuk konsisten itu
dilatari oleh hal-hal yang berbau duniawi: jabatan, harta, kekuasaan, dan
lainnya. Jika motivasinya karena hal-hal duniawi, maka seperti itulah nilai
konsistensi yang dimiliki. Dan motivasi karena hal-hal duniawi begitu rapuh dan
biasanya tidak punya daya topang lebih kuat.
Dengan bersikap ikhlas dan istiqamah,
kemuliaan dapat kita raih dalam kehidupan. Kemuliaan tidak terletak pada harta,
kekuasaan dan jabatan. Kemuliaan terletak pada bagaimana memegang teguh
kebenaran dan melaksanakannya. Banyak orang yang tahu dan mengakui hal itu.
Tapi hanya sedikit yang betul-betul berusaha memaknai hidupnya agar senantiasa
berjalan di atas kebenaran. Tersebab kita butuh ketabahan, ketegaran dan
kesabaran untuk senantiasa konsisten di jalan kebenaran.
Karena itu, ada dua kunci penting dalam
memaknai kehidupan: sabar dan syukur. Sabar terhadap berbagai musibah, sabar
untuk menghindari maksiat, sabar dalam ketaatan kepada Allah, dan sabar dalam
menghadapi hinaan dan ujian dalam menyampaikan kebenaran. Kesabaran adalah
perhiasan bagi pemiliknya.
Kunci kedua adalah syukur. Bahwa setiap
anugrah yang Allah berikan kepada kita patut disyukuri dalam bentuk
memanfaatkan semua potensi, karunia dan anugrah itu untuk kebaikan, sesuai
dengan yang diridhai oleh Allah. Tak cukup hanya dengan mengucapkan hamdalah,
meski itu sebuah keharusan. Yang tak kalah penting adalah bagaimana menjadikan
setiap nikmat yang kita terima itu menjadi pelecut untuk bisa memiliki pribadi,
karya dan produktivitas yang lebih baik lagi.
Bicara tentang produktivitas, inilah salah satu nilai
penting dalam kehidupan yang diajarkan dalam Islam. Al-Qur'an menyebutnya
dengan istilah amal shalih. Bahkan al-Qur'an selalu mengaitkan kata "amal
shalih" dengan "keimanan" dimana hal ini menunjukkan bahwa makin
tinggi iman seseorang, makin besar pula amal shalih dan kebaikan yang ia
produksi. Inilah yang menjadi nilai sekaligus rapor bagi seorang mukmin: sejauh
mana kebaikan yang ia hasilkan.
Setiap kita diberi waktu 24 jam sehari.
Lantas apa yang membedakan antara seorang pemenang dan pecundang, orang yang
sukses dan yang gagal? Yang pertama mempunyai tekad kuat, keyakinan yang teguh
lalu bekerja semaksimal mungkin untuk mewujudkannya. Sedang golongan yang
kedua, hanya punya keinginan namun tak pernah menjelma menjadi tekad, apalagi
terwujud dalam kenyataan. Ia hanya punya mimpi, namun tak mau bekerja.
Lantas bagaimana menjelaskan makna
kehidupan dalam beberapa kalimat singkat? Hidup harus dinikmati, dengan syarat
dinikmati dalam ketaatan. Hidup harus produktif, yang penting produktif dalam
kebaikan. Hidup adalah perjuangan, tapi banyak keindahan dalam kehidupan. Hidup
harus diisi dengan kesabaran, tapi jangan lupa untuk senantiasa bersyukur. Last but not least, hidup harus
penuh semangat. Karena semangat itu perlu!
Created by: M. Nurkholis Ridwan
0 Response to "Agar Hidup Kita Lebih Bermakna"
Posting Komentar