Suatu hari seorang laki-laki
bernama Mulhid dari golongan Dahriyin (atheis) menghadap Syaikh Hammad
bin Sulaiman, guru Abu Hanifah. Abu Hanifah merupakan salah seorang dari Imam
empat madzhab Ahlussunah Wal Jammaah. Tujuannya menghadap adalah untuk mendebat
para ulama mengenai Tuhan yang tidak bertempat pada suatu tempat, tidak dapat diraba dan tidak dapat dicerna
panca indera. Konon sudah banyak para ulama dikalahkannya,
sehingga sikapnya bertambah congkak.
“Siapa lagi yang akan aku habisi pendapatnya di hari ini
?” begitu kata Mulhid. “Masih ada, Syaikh Hammad
“ jawab ulama yang baru saja dikalahkan.
Mulhidpun menghadap Baginda, meminta
Syaih Hammad bersedia berdebat dengan disaksikan langsung Baginda. Akhirnya Bangindapun
memanggil Syaih Hammaad, namun dia berjanji akan datang keesokan harinya.
Pagi-pagi sekali abu hanifah tanpa diduga datang menemui Syaikh Hammad yang dilihatnya
dalam keadaan susah. “Wahai guru, mengapa hari ini aku melihat guru dalam keadaan
begitu susah? Apakah aku bisa membantu apa yang ada dibeban pikiran guru?
Begitu abu hanifah menawarkan bantuan, kendati ketika itu masih belum dewasa.
“Wahai muridku, bagaimana aku tidak susah mengadapi sebuah tantangan Mulhid
yang telah mengalahkan para ulama. Malah malam tadi aku bermimpi buruk. Jangan-jangan
menjadi pertanda kekalahanku,” sang gurupun mengutarakan keluhannya. “Mimpi
bagaimana wahai guru?“ desak Abu Hanifah. “Dalam tidur aku melihat rumah yang
cukup luas dengan berbagai hiasan yang indah. Di dalamnya ada sebuah pohon sedang
berbuah. Tapi tiba-tiba saja muncul seekor babi dari pojok rumah itu dan
langsung memakan buah pohon tersebut sampai habis. Anehnya kemudian,
dari batang pohon itu keluar seekor harimau dan menerkam babi tersebut serta
melahapnya hingga tiada tersisa “ kata Syaikh
Hammad.
“Alhamdulliah”, sahut Abu Hanifah,
“Aku telah diberi ilmu Allah sehingga aku bisa menafsirkan mimpi guru. Mimpi
guru akan membawa nasib baik pada kita, dan akan membuat sial musuh.
Jika guru memberi izin akan aku
tafsirkan. Namun jika guru berkehendak lain, aku akan menurut..” Abu Hanifah menawarkan dengan santun.
“Coba kau takwil mimpi itu!” begitu
desak sang guru. Abu Hanifahpun segera menguraikan takwilnya. “Rumah yang luas
dengan hiasannya yang cantik adalah negeri dan agama islam itu sendiri,
sedangkan pohon yang berbuah itu adalah para ulamanya, dan batang yang masih
tersisa itu adalah guru sendiri, sedangkan babi ngepet itu wujud dari Mulhid,
kemudian harimau yang menerkam itu insyaallah saya sendiri. Nah, pergilah guru
bersamaku. Dengan ikhlas aku akan melawan dan mendesak Mulhid.”
Kemudian Abu Hanifah dan
Syaikh Hammad menuju masjid jami’ memenuhi undangan Khalifah untuk menghadapi
Mulhid. Masjidpun dipenuhi hadirin yang akan menyaksikan. Kemudian Mulhid naik
ke mimbar seraya berkata: “Siapa yang akan menjawab pertanyaanku?” Begitu dia
menantang hadirin. “Anda jangan menentukan siapa yang akan menjawab dari
hadirin ini. Jika ada yang menjawab entah anak-anak atau orang tua, dialah yang
akan berhadapan dengan anda.” Begitu sanggahan Abu Hanifah. “Apa kamu sanggup menjawab
persoalan yang akan aku ajukan?” lanjut Mulhid lagi. “Silakan kau bertanya, dan
aku akan menjawabnya dengan ijin Allah,”
tantang Abu Hanifah.
“Apakah Tuhan itu ada ?” begitu pertanyaan Mulhid.
“Betul dan haqqul yakin ” jawab Abu Hanifah. “Kalau
begitu, di mana Dia sekarang”? lanjut Mulhid. “Dia tidak bertempat,” balas Abu Hanifah,
singkat. “Bagaimana sesuatu yang wujud namun tidak memerlukan tempat?” sahut
Mulhid lagi. “Pertanyaan itu sebenarnya sudah terjawab dengan apa yang berada
dalam tubuhmu sendiri.” Sambung Abu Hanifah lagi. “Apa itu?” lanjut Mulhid. “Apakah
pada tubuhmu itu ada nyawa atau ruh?” sergah Abu Hanifah. “Betul, benar ada,” sahut Mulhid pula. “Di mana dia berada? Apakah bertempat
di kepalamu, atau di perutmu, atau kakimu?” lanjut Abu hanifah lagi.
Mendapat
berondongan pertanyaan ini, Mulhid kebingungan. Kemudian Abu Hanifah meraih segelas susu yang
sejak tadi dihidangkan, sambil mengatakan: “Apakah di susu ini mengandung lemak”? lanjut
Abu Hanifah lagi. “Benar, wahai bocah!“, sahut Mulhid. “Dimana letak lemak itu?
Apakah di bagian atas atau di bagian bawah? Abu Hanifahpun melanjutkan,
“sebagaimana ruh yang tidak diketahui tempatnya, atau lemak susu itu juga tidak diketahui
tempatnya, demikian pula Allah tidak dapat
ditentukan di mana tempatnya di jagad
ini”, demikian tutur Abu Hanifah menohok telak ulu hati.
“Kalau begitu, Apakah ada
barang yang maujud sebelum Allah dan sesudahnya?” lanjut
Mulhid. “Sebelum dan sesudahnya tidak ada apa-apa, dan apa yang aku utarakan hakekatnya
ada dalam tubuhmu itu sendiri” sahut Abu Hanifah, membuat Mulhid terperangah. “Apa
itu?” Mulhid tergesa-gesa.
“Coba buka dan lihat telapak tenganmu, ada apa sebelum
ibu jari dan sesudah kelingking?” tangkis Abu Hanifah lebih lanjut. “Demikian
pula sebelum dan sesudah Allah tidak pernah terjadi apa-apa.” Ucap Abu Hanifah
membuat Mulhid bingung.
“Masih ada satu pertanyaan
lagi yang perlu kau jawab,” lanjut Mulhid. “Akan terus aku jawab, insyaAlloh,” dengan
sabar Abu Hanifah menjawab. “Kalau Allah ada,
sekarang sedang mengapa dia?” Tanya Mulhid. “Situasi dan kondisi ini sekarang
ini memang terbalik,” Sergah Abu Hanifah. “Mestinya orang yang bertanya itu
berada di bawah, kalau perlu berbaur di deretan kursi para hadirin di belakang.
Lebih layak jika si penjawab berada dia atas mimbar sebagai penghormatan. Jika
saja kau mau turun dari mimbar, kemudian aku ganti naik, aku sanggup menjawab pertanyaanmu itu, “ jawab Abu Hanifah cerdas.
Akhirnya Mulhidpun mengalah
turun dari mimbar menuju kursi, dan Abu hanifah dengan cepat naik ke atas
mimbar, kemudian mengatakan: “sekarang pertanyaanmu aku jawab. Sekarang Allah sedang
menurunkan martabat si penyandang kebatilan dari atas mimbar menuju kursi bawah
terompahku, kemudian Dia menaikan martabat si penyandang Haqq dari tempat bawah menuju panggung kehormatan“. Mendapat
jawaban seperti ini, tepuk tangan hadirin tidak terbendung lagi mengelu-elukan
diplomasi Abu Hanifah, sedangkan Mulhid
betul-betuk tak berdaya.
0 Response to "Kebenaran adalah Benar dan Kebatilan adalah Batil"
Posting Komentar