“Mama…Bunga kangen…” isak
Bunga yg duduk di atas ayunan taman seberang kantor mamanya. Hari ini Bunga
takut ke sekolah karena guru di kelasnya yang baru galak.
Di rumah, saat ingin sejenak bersandar di bahu mamanya untuk mencurahkan
kisahnya di sekolah, sang mama yang sudah lelah karena mengikuti kelas malam
seusai jam kantor. Belum lagi pekerjaan rumah yang menggunung tak seperti yang diharapkan. ”Ah…sana…sana…sama
papa aja…mama cape…” timpal sang mama jengah.
Buat seorang ibu tentu dilematis menyikapi situasi yang seperti ini. Namun
tahukah kita seberapa dalam kekecewaan yang ditelan seorang gadis cilik seperti
Bunga? Akhirnya ia harus melakukan hal
yang tidak disukainya yaitu membolos, hanya demi memuaskan hatinya untuk merasa
dekat dengan sang mama, meski hanya
dengan memandangi kantor mamanya dari seberang jalan. Seringkali sikap orangtua
atau guru membuat anak tidak merasa nyaman dan melakukan hal seperti membolos.
Jadi membolos sebenarnya hanyalah ekspresi kerinduan yang tak tersampaikan dan
respons atas situasi yang tidak menyenangkan.
Seberapa penting kepentingan kita sebagai orangtua dibanding luka seorang anak
yang butuh untuk didengar, dimengerti,diberi support atau sekedar dibelai
lembut dengan senyum ramah yang tulus yg terpancar dari pandangan teduh dengan
berkata “ada apa sayang…?” Tahulah jadinya diri ini, kenapa wanita punya rahim
dan pria tidak.
Karena seorang ibu adalah wanita. Wadah seorang anak tumbuh hingga kuat untuk dilahirkan. Bahkan setelah
dilahirkan, anak masih bergantung pada ibunya untuk menetek, menyerap asupan
energi untuknya tumbuh dan berkembang. Setelah anak bisa makan sendiri, berjalan
dan berlari, apakah selesai tugas pendampingan seorang ibu? Tidak, sama sekali.
Malah sering lebih besar lagi. Bahkan
hingga seseorang menikah dan jauh dari orang tua, normalnya anak senantiasa
merindukan kasih sayang ibu.
Bunda, coba
sejenak kita merenung. Sudah bijaksanakah sikap, ilmu, pemikiran,dan kasih
sayang kita untuk anak? Apakah mereka telah tumbuh dewasa dengan bahagia, atau tumbuh
dengan kegamangan dan menyimpan trauma-trauma kasih sayang masa lalu yang
pahit? Belum terlambat untuk secara bajik dan bijak merespons setiap aduan si kecil, dan mari katakan,
I Love You, my sweetheart...! Terserah dengan bahasa apapun, tapi sepenuh hati.
Yang penting kebutuhan dasarnya untuk diakui sebagai yang
teramat berharga dan dikasihi terpenuhi, hingga dia tumbuh menjadi pribadi
yang baik, santun, dan penuh kasih dan sayang. Semoga tugas kefitrahan kita
semua untuk menebarkan kebaikan dan kesejahteraan di muka bumi terwujud.
Nah, setiap gerakan diawali dari getaran. Jadi, ayo
wanita muslimah, tumbuhkan terus getaran halus dalam sanubari, sembari merajut
jalinan kasih untuk para calon pemimpin ummat dan bangsa. Mereka ladang pahala
kita.
Created by : Yosy Hermawan
Image by : google.com
0 Response to "... I Love U, My SweetHeart ..."
Posting Komentar