Pahamilah Aku Dalam Menggapai Dunia





Bersyukurlah bagi yang diberi anugerahi Allah Swt pendengaran yang sempurna. Bagi sebagian orang, anak yang mengalami hambatan pendengaran tidak dianggap terlalu serius dibanding dengan anak dengan gangguan bentuk tubuh (tuna daksa) maupun penglihatan (tuna netra).

Pandangan seperti ini sebenarnya sangat keliru, sebab dengan terganggunya fungsi pendengaran,  hakikatnya  anak akan sangat mengalami kesulitan untuk berkomunikasi. Bahkan anak tidak hanya kesulitan mendengar tetapi juga tidak mampu berbahasa. Artinya anak tidak dapat berkomunikasi secara wajar, yakni menggunakan bahasa verbal, sehingga digunakan bahasa tertulis, bahasa tubuh (gesture), bahasa isyarat, maupun ungkapan lain yang bisa dipahami orang lain.

Penyandang difabel ini akan kesulitan dalam memahami bahasa verbal, sebab bahasa verbal muncul sebagai lambang bunyi yang telah disepakati dan   ditentukan oleh budaya tertentu. Saat mereka mengalami kesulitan dalam memahami bahasa verbal, secara otomatis kemampuannya belajar yang lain juga akan terganggu. Oleh karena itu, anak tuna rungu  yang berada di sekolah inklusi kemungkinan memiliki masa belajar yang lebih panjang di levelnya dari pada anak tanpa kendala tersebut ini. Jadi tidak adil rasanya bagi guru atau para orang tua yang   menyamaratakan kemampuan intelektual anak tuna rungu dengan anak “normal” yang berada pada level yang sama.
  
Bagaimana anak difabel dapat memahami dunia? Sebenarnya, manusia dapat mempersepsi lingkungan sekitarnya dengan mengandalkan 5 (lima) alat sensoris yang telah dianugerahkan Allah Swt, yakni indra peraba, pengecap, pencium, penglihat, dan pendengar. Dua indera yang terakhir merupakan alat indera jarak jauh yang tidak memerlukan sentuhan.

 Lima alat sensoris manusia bekerja secara bersama-sama. Jika dua alat indera jarak jauh ini terdistorsi (terganggu), maka semua yang dipersepsi secara totalitas juga akan terganggu. Dengan kata lain indera pendengaran maupun indera  penglihatan dapat mendistorsi hubungan antara penyandangnnya dengan dunia fisiknya.

Untuk memahami lingkungannya, anak difabel perlu dibantu dengan ABM (Alat Bantu Mendengar) sampai dengan maksimal ambang pendengarannya 120 dB (deciBell). ABM wajib   digunakan anak tuna rungu yang sedang belajar di sekolah untuk membantunya memanfaatkan sisa pendengarannya. Anak dengan ambang dengar 120 dB bila menggunakan ABM akan mampu menangkap sebagian suara percakapan, membedakan sebagian dari sifat bunyi.
   
Anak tuna rungu yang mendapat intervensi lebih dini, dapat mengembangkan kemampuan kognitifnya, yakni dengan cara merangsang pikiran anak dalam kemampuan analogi, deduksi, dan hubungan sebab akibat. Anak diffebel yang sudah dewasa perlu lebih sering diajak diskusi, atau aktif dalam percakapan mengenai tugas-tugas mereka.

Sejak di Kelompok Bermain / Taman Kanak-kanak (KB/TK) anak juga sudah sering diajak berlatih mengelompokkan, menyortir, menyamakan, mengurutkan, membandingkan jumlah benda, dan   memahami konsep waktu dan tempat. Biasanya kemampuan melihat anak tuna rungu lebih kuat, maka salah satu intervensi yang tidak boleh ketinggalan adalah disuguhkannya lambang tulisan sebagi pengganti objek dengar. Saat bercakap dengan anak tuna rungu, orang tua maupun guru harus mengupayakan agar irama dan intonasi kalimat dibuat sewajar mungkin, sebab metode pembelajaran yang bersifat ritmis akan mudah diingat.
   
Dengan bantuan ABM, tidak otomatis menyebabkan  anak tuna rungu mampumenghayati aspek sosial-emosinya. Namun ada juga diantara mereka yang telah berlatih namun masih belum mampu menangkap percapakan melalui alat pendengaran. Meski demikian paling tidak mereka telah memiliki hubungan dengan sumber bunyi yang secara tidak langsung dapat memperluas penghayatan mereka.

 Secara sosial, anak tuna rungu juga harus lebih sering diberi kesempatan berkumpul dengan teman sebayanya, baik di sekolah maupun di lingkungan tinggalnya. Di situlah kemudian anak akan bisa lebih sering aktif dalam berbagai kegiatan sosial yang bervariasi, sehingga mereka bisa belajar bagaimana bertutur kata dan bersikap dalam berbagai situasi. Berkaitan dengan pengolahan bahasa sosialnya, pendidik harus memberikan asupan kata-kata baru dalam situasi yang tepat sehingga menambah pemahaman, sekaligus sebagai penguat perolehan bahasa anak yang masih bersifat abstrak.
    

0 Response to "Pahamilah Aku Dalam Menggapai Dunia"

Posting Komentar