“Hai orang-orang yang
beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran)
karena Allah, menjadi saksi dengan adil.”
“Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” Q. S. Al-
Maidah : 8
Firman Allah swt di atas merupakan perintah untuk umat manusia agar
selalu berlaku jujur dan adil. Kejujuran merupakan sikap apa adanya tentang
sesuatu. Berprilaku jujur akhir-akhir ini dirasa menjadi semakin sukar, karena lingkungan lebih banyak mencontohkan fenomena
ketidak jujuran. Kejujuran bahkan sudah tidak dianggap terlalu berharga lagi karena jujur
dipercaya oleh semakin banyak orang tidak akan menguntungkan. Ini jelas
bertentangan dengan Islam dan akal sehat.
Rasulullah saw, sang Teladan Agung, telah mencontohkan secara sempurna betapa
mempraktekkan kejujuran telah membuahkan kesuksesan yang fantastis dalam
seluruh sejarah hidupnya. Beliau bahkan menyatakan dalam dalam sebuah hadis “Kejujuran
itu adalah ketenangan, sementara kebohongan adalah kegelisahan” (HR.
Bukhari). Bila kenyataannya kini
kebohongan dianggap wajar dan kejujuran menggelisahkan maka berarti ada yang
tidak wajar dalam masyarakat..
Fakta di atas menjadi tantangan bagi orang tua untuk menciptakan generasi
yang amanah. Anak merupakan titipan dari Allah untuk dirawat dan dididik agar menjadi
hamba yang bertakwa. Ketika bayi lahir dunia, dia adalah makhluk suci. Aristoteles berpendapat bahwa pada waktu lahir jiwa manusia tidak
memiliki apa-apa, seperti sebuah meja lilin yang siap dilukis oleh pengalaman. Keluarga merupakan tempat belajar paling
pertama dan utama bagi seorang anak, karena dari situlah anak
akan bercermin, sehingga orang tua harus hanya mengajarkan
hal-hal baik pada anak sedini mungkin.
Dalam mendidik, orang tua perlu
menyesuaikan dengan tahap perkembangan anak. Menurut teori perkembangan kognitif
Jean Piaget, pada usia 2-3 tahun anak berada dalam tahap pra-operasional,
dimana anak memiliki daya imajinasi tentang dunianya terhadap hal-hal yang
tidak nyata. Jika orang tua yang memiliki anak usia 2-3 tahun mendengar anak
yang bercerita tentang sesuatu yang tidak nyata, bukan berarti anak kita sedang
berbohong namun sedang menceritakan apa yang ada dalam imajinasinya. Pada saat
seperti itu, hendaknya orang tua mengarahkan anak untuk berpikir secara
realistis. Misalnya jika anak anda menceritakan baru saja didatangi oleh makhluk
luar angkasa yang mengajaknya bermain, sebaiknya orang tua menanggapi dengan
memberikan pengertian bahwa anak-anak berteman dengan anak-anak. Bahwa makhluk
luar angkasa tidak bisa bicara dengan bahasa manusia. Di akhir percakapan,
tekankan dengan pertanyaan apakah kamu yakin hal itu terjadi?
Di usia 3-5 tahun, mulai muncul rasa ingin
tahu yang besar sehingga anak bertanya banyak hal pada orang tua. Dalam
menjawab, orang tua harus menjawab dengan apa adanya dan jujur karena anak
sudah bisa menilai apakah jawaban orang tuanya betul atau tidak. Pada usia ini
anak juga memiliki keyakinan bahwa mereka memiliki pemahaman dan pengetahuan
dari sudut pandang mereka sendiri.
Membentuk karakteristik anak yang jujur
juga bukan suatu hal yang mudah. Menurut Teori Behavioristik, pembentukan
karakterisitik melalui proses pengkondisian semasa kecil. Pengkondisian itu
bisa berupa modelling (meniru) maupun
dengan metode reinforcement (penguatan). Metode meniru merupakan
metode yang efektif untuk membentuk perilaku. Agar
anak jujur, maka orang tua harus konsisiten berlaku
jujur.
Ada yang menganggap bahwa anak belum
memahami apa yang diucapkan dan apa itu kebohongan. Padahal setiap
yang dialami anak adalah proses belajar membentuk perilaku yang bisa menambah
kesenangan dan mengurangi penderitaan. Contoh kebohongan yang tidak disadari dan
sering dilakukan orang tua, “ayo nak makan, nanti kalau tidak makan kamu akan
didatangi hantu loh”. Padahal orangtua tahu bahwa itu tidak akan terjadi
dan anak-anak suatu saat akan tahu. Anak akan belajar bahwa kalau menginginkan
sesuatu perlu berbohong supaya keinginannya dituruti. Atau saat
orang tua berkumpul dengan teman mereka, kemudian mereka berbohong di
depan anaknya, maka anak akan belajar bahwa berbohong itu boleh.
Ilmu psikologi behavioristik juga mengenal
metode pemberian reinforcement (penguat perilaku) yang tepat untuk membentuk
perilaku jujur pada anak, baik dalam bentuk penguatan positif maupun negatif. Penguatan
positif diberikan terhadap suatu perilaku yang
diharapkan dapat berulang. Misalnya saja ketika anak berkata jujur tentang
kesalahannya, orang tua harus menghargainya dan memberikan nasihat yang baik sehingga
anak akan beranggapan bahwa jujur membawa rasa aman.
Penguatan negative adalah penguat terhadap
sebuah perilaku dimana perilaku itu ingin dihilangkan (tidak berulang). Ketika
anak tidak melakukan sesuatu yang diharapkan sebagaimana mestinya, maka reward
yang dijanjikan bisa dikurangi atau ditunda, dengan harapan anak termotivasi
melakukan yang diharapkan.
Berikut metode efektif
yang dapat kita terapkan untuk mendidik
anak agar berperilaku jujur.:
1. Menjadi teladan (role
model)
Sebelum mengharapkan anak menjadi jujur, maka sang pendidik harus
memulainya. Banyak hal yang dilakukan orang dewasa akan
ditiru, karena daya tiru anak sangat
tinggi.
2. Berfikir Positif
terhadap anak
Ketika anak sedang melakukan kesalahan
sebaiknya dilihat dulu penyebabnya dan mengajak untuk memahami masalah dan
mencari solusi. Hal ini akan mengajarkan anak berfikir lebih dewasa dan
bersikap jujur.
3. Bersikap tenang
dan Berwibawa
Orangtua perlu memiliki kemampuan
pengendalian diri yang tinggi, sehingga saat menghadapi masalah bisa bersikap
proporsional dan tidak emosional. Dengan demikian anak tidak terpicu untuk
berbohong.
4. Mencari tahu
penyebab kebohongan anak
Anak berbohong banyak
penyebabnya, bisa karena takut dihukum atau karena telah melakukan kesalahan. Dengan
komunikasi yang santai, hangat dan sopan
anak akan bisa bersikap kooperatif menceritakan sebab kebohongannya.
5. Menyepakati hukuman dengan anak
Sangsi yang diberikan kepada anak akan
lebih baik jika disepakati bersama sebelumnya, dan sangsi yang diberikan bisa
bersifat keras dan mendidik namun bukan kekerasan fisik.
Dengan kondisi
lingkungan yang semakin kurang kondusif bagi pendidikan anak, maka kepedulian
terhadap pentingnya pendidikan akhlak, khususnya kejujuran menjadi semakin
mendesak. Perbaikan generasi yang akan datang perlu dimulai sejak sekarang.
Tidak mungkin ditunda!
Image source by google
0 Response to "Membentuk Kejujuran pada Anak"
Posting Komentar